Rabu, 09 Januari 2013

Teroris Nggak Ngukur Diri


Pada awal dasawarsa tahun 2000, kala aksi teror bom mulai marak di pelbagai kota di Indonesia, motif besar para pelaku dan dalangnya adalah melawan hegemoni Barat yang bercokol di bumi pertiwi. Hal ini misalnya terungkap dalam pernyataan para dalang teror Bom Bali I yang kini telah terkubur di liang lahat, seperti Imam Samudra, Amrozi, dan Ali Ghufron alias Mukhlas.
Dalam beberapa kali persidangan, ketiganya menegaskan bahwa aksinya adalah jihad perang melawan Amerika Serikat dan sekutunya yang bertindak lalim terhadap Negara-negara berpenduduk mayoritas muslim seperti Palestina, Irak, dan Afghanistan.
Tak ayal, target serangan mereka adalah simbol-simbol Barat (seperti Hotel JW Marriot, Kedubes Australia, dan Amerika Serikat), atau lokasi di mana banyak warga negara Amerika Serikat dan sekutunya berada seperti Pulau Bali.
Bagi orang waras, perlawanan dalam bentuk teror merupakan kesia-siaan belaka. Hegemoni Barat di Indonesia adalah di bidang ekonomi dan budaya, bukan invasi militer. Jadi bukan tempatnya melakukan perlawanan fisik. Lebih dari itu, jika memang hendak melakukan revolusi fisik, seberapa besar kekuatan dan amunisi yang mereka miliki? Pasti tidak signifikan kekuatannya.
Inilah yang menurut KH. Sholahuddin Wahid, Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur, kelompok teroris tidak mengukur “diri” alias tidak menakar kemampuan.
“Keinginan para teroris di Indonesia adalah menyerang Amerika Serikat dan sekutunya. Namun mereka nggak mengukur badan. Melawan Barat kok dengan cara seperti itu. Apalagi lantas mengebom di sini, kemudian yang jadi korban juga orang Indonesia sendiri, muslim pula,” ungkap mantan Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) itu kepada Lazuardi Birru.
Jika menilik realitas mutakhir saat tulisan ini dibuat, di mana kelompok teror Poso yang dipimpin oleh Santoso alias Abu Wardah, pada pertengahan Oktober 2012 melayangkan surat tantangan perang kepada Tim Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri, tentu pendapat Gus Solah, sapaan akrab KH. Sholahuddin Wahid, benar.
Membandingkan kekuatan Polri dengan kelompok teror tentu tidak adil karena jelas tak seimbang. Namun dengan pongahnya kelompok teror menantang korps bhayangkara itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar