Rabu, 24 Oktober 2012

Polda Sulteng: Bom Poso Dipicu dari Telepon Genggam


Ledakan bom yang terjadi di Kabupaten Poso pada Senin pagi dipicu dari sebuah telepon genggam yang dikendalikan dari jarak tertentu. Hal tersebut diungkapkan Kabid Humas Polda Sulawesi Tengah, AKBP Soemarno di Kota Palu, Senin. “Itu terbukti dari sebuah HP (telepon genggam) yang berada di lokasi ledakan,” kata dia.

Ledakan yang terjadi di Pos Polantas di Kelurahan Sintuvu itu terjadi pada pukul 06.15 WITA, melukai seorang polisi dan seorang satpam sebuah bank.

Soemarno menduga, pelaku berada tidak jauh dari lokasi kejadian karena mengetahui ada polisi yang sedang mendekat ke pos Polantas. “Pasti pelakunya tidak jauh, sehingga bisa meledakkan bom begitu ada polisi datang,” ucapnya.

Dia mengaku belum bisa memperkirakan pelakunya, serta kaitannya dengan pembunuhan dua anggota Polri di Dusun Tamanjeka, Poso, beberapa waktu lalu. Menurutnya, pelakunya dapat terungkap jika sudah ada pelaku yang tertangkap. “Yang jelas ini adalah teror kepada Polri dan masyarakat,” kata mantan Kapolres Parigi Moutong ini.

Sementara itu, dua korban ledakan bom saat ini sudah mendapat perawatan di RSUD Poso. Anggota Polantas Polres Poso yang terluka bernama Briptu Rusliadi mengalami luka di tangan dan pantat karena terkena serpihan bahan peledak. Sedangkan Satpam Bank BRI Akbar yang sedang melintas di depan pos saat bom meledak mengalami luka ringan.

Soemarno mengatakan bom tersebut berdaya ledak rendah karena tidak menimbulkan luka yang mematikan kepada korbannya.

Sebelumnya, pada Senin dini hari sebuah gereja di Kelurahan Madale, Kota Poso Utara, juga dibakar oleh orang tak dikenal, namun tidak menimbulkan korban jiwa. Soemarno mengimbau kepada warga Poso untuk tidak terpancing isu yang mengaitkan SARA. “Sudah ada petugas yang siap mengamankan Poso,” ujarnya.

Saat ini Kapolda Sulawesi Tengah Brigjen Pol Dewa Parsana bergegas menuju Kabupaten Poso yang berjarak 230 kilometer dari Kota Palu.

Senin, 15 Oktober 2012

Bom Bunuh Diri Masuk Kategori Perbuatan Dosa Besar


Sejak peristiwa Bom Bali I 2002 silam, banyak orang yang rela meledakkan dirinya, ia meyakini tindakan tersebut sebagai jalan untuk mati syahid dan bertemu dengan bidadari di Surga. Padahal Islam melarang umatnya melakukan bunuh diri. Sungguh ironis pemahaman yang menyesatkan itu.

Ustad H Boby Herwibowo, Lc mengatakan, bahwa melakukan tindakan bom bunuh diri yang mengorbankan orang-orang yang tidak berdosa, dan masyarakat sipil tersebut adalah perbuatan dosa besar.

Menurut dia, kenapa kalau kesal sama Amerika atau Israil tidak melakukan pengeboman dan bom bunuh diri di sana? Kenapa mesti dilakukan di negara Indonesia yang relatif aman? Seharusnya mereka (para pelaku terorisme, red) tidak melakukan tindakan yang tidak berkemanusiaan tersebut di negara tercinta ini. “Kalau misalnya ingin berjuang berangkatlah ke Palestina, musuhnya sudah jelas di sana, biar jihadnya betul,” kata Ustad Boby pada Lazuardi Birru.

 “Tapi kalau melakukan di sini dan targetnya adalah orang-orang yang tidak berdosa, semuanya malah mengutuk, tidak hanya mereka, saya pun juga mengutuk,” tegas alumni Al Azhar Mesir ini.

Melihat fenomena ini, Ustad Boby mengajak umat Islam untuk melakukan kontemplasi bagi mereka, karena boleh jadi mereka hanya membela agamanya sesuai dengan apa yang ia persepsikan, namun banyak umat Muslim yang menyesalkan tindakan mereka tersebut.

“Rupanya banyak muslim yang menyesalkan tindakan tersebut, termasuk saya. Kenapa melakukan di situ? Sehingga tidak ada kepentingan agama sama sekali,” ungkapnya.

Lebih jauh Ustad Boby mengatakan, tindakan terorisme itu sangat merugikan. “Satu merugikan agama kita, kedua merugikan nama baik Indonesia, sehingga Indonesia image-nya jelek, misalnya tinggal di Indonesia tidak aman, investasi tidak jalan,” demikian ia menjelaskan akibat tindakan terorisme yang terjadi di Indonesia.

Menurut dia, negara berdaulat adalah negara yang menciptakan keamanan, negara yang kuat dan berdaulat adalah negara yang bisa menjaga keamanan negaranya sendiri. Ia mengutip firman Allah SWT tentang hidup tenang. “Sebenarnya hidup tenang itu apa sich? Adalah ketika mereka cukup makan, dan mereka tidak merasa khawatir dan takut lagi, tidak takut apapun juga,” pungkasnya.

Islam Mengajarkan Umat Manusia Menyebarkan Perdamaian dan Keadilan


Aksi kekerasan atas nama agama di Indonesia telah mencoreng Islam sebagai agama rahmat bagi alam semesta. Karena itu, perlu langkah-langkah konkrit yang harus dilakukan agar Islam tidak disangkut pautkan dengan aksi kekerasan segelintir orang yang tidak bertanggung jawab, dan menodai nama baik agama tersebut.

Sebagai publik figur, Oki Setiana Dewi mengajak segenap masyarakat untuk menggali agama Allah SWT, dan menunjukkan pada dunia bahwa Islam bukan agama kekerasan, melainkan agama cinta damai. Ia mengajak seluruh komponen masyarakat, khususnya generasi muda untuk mengembalikan nilai-nilai Islam itu, dimulai dari diri sendiri.

Rasulullah SAW, kata Aktris film Ketika Cinta Bertasbih (KCB) ini, meninggalkan dua pedoman sebagai pegangan dan petunjuk bagi umat manusia dalam kehidupan sehari-hari. Pedoman tersebut merupakan sumber ajaran Islam, yaitu Alquran dan Hadis.

“Sebagai umat Islam, wajib hukumnya mempelajari dua pedoman itu dengan benar dan komprehensif. Serta mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari,” kata Oki pada Lazuardi Birru.

Dengan pemahaman dan penafsiran yang benar, lanjut Oki, insyaallah akan menemukan makna bahwa Islam itu mengajarkan sesuai dengan nama Allah yaitu, Ar-Rahman dan Ar-Rahim, Maha Penyayang dan Maha Pengasih.

Dalam asma Allah, yang dikenal dengan sebutan al-asmaul husna, Islam mengajarkan umat manusia untuk berkasih sayang, menyebarkan perdamaian, dan keadilan. Hal itu sesuai dengan nama Allah yang termaktub dalam Alquran.

Karena itu, Oki menilai, kesalahan dari tindakan kekerasan atas nama agama bukan terletak pada agama, namun terletak pada pemahaman yang tidak menyeluruh dalam menafsirkan ajaran agama. “Ketika ajaran agama dilaksanakan secara komprehensif, maka nilai-nilai Islam sebagai agama rahmat bagi alam semesta bisa terwujud,” kata muslimah ini.

Menurut dia, Islam mengajarkan umat manusia untuk berkasih sayang pada semua orang tanpa membeda-bedakan, baik suku bangsa, etnis, maupun agama dan kepercayaannya. Islam sama sekali tidak mengajarkan kekerasan, dan kebencian. Ajaran Islam seperti ini sangat relevan dengan kondisi Indonesia yang majemuk.[

Islam Melarang Bunuh Diri


Tindakan teror yang terjadi di Tanah Air selama ini dipicu oleh pemahaman dan ideologi radikal yang menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan, termasuk dengan cara melakukan teror dan bom bunuh diri. Padahal Islam tidak membenarkan tindakan tersebut.

Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Ummahat, KH Abdul Muhaimin mengatakan, Islam melarang seseorang membunuh diri sendiri, termasuk juga membunuh orang lain. Menurut dia, hal tersebut termaktub dalam Alquran surat Annisa, ayat 29 “wala taqtulu amfusakum” yang artinya “dan janganlah kamu membunuh dirimu.”

Menurut Kiai Muhamimin, dalam ayat tersebut secara tersurat berisi tentang larangan membunuh diri sendiri, mencakup juga larangan membunuh orang lain, sebab membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri, karena umat merupakan suatu kesatuan.

Selain itu, lanjut Kiai Muhaimin, ada juga kaidah fiqhi yang berbunyi “wala tulqu biaidikum ila tahluka la daroro wala diroro.” Kaidah fiqhi ini menjelaskan agar kita tidak membunuh diri kita sendiri (bom bunuh diri, red), dan juga larangan menjerumuskan diri kita ke dalam kerusakan.

Jadi jelas, kata Kiai Muhaimin, di dalam Islam tidak mengenal sesuatu yang membahayakan diri sendiri, maupun orang lain. Menurut dia, mereka yang melakukan itu (pengeboman dan bom bunuh diri, red) karena menerima input-input wacana keislaman yang sifatnya sangat politis dan dijejalkan secara doktriner. Akhirnya ada claim of trust tentang keislaman, claim of trust tentang surga, meskipun hal tersebut konradiktif.

“Mereka meyakini bahwa dirinya akan masuk surga, tapi kenyataannya mau dikubur saja masyarakat menolak mereka. Di dunia saja sudah mengalami masalah, apalagi di akhirat,” pungkas Kiai Muhaimin 

Guru Bisa Berperan Redam Anarkisme dan Radikalisme


Surabaya—Sekolah bukan sekedar menjadi tempat pelajar mempelajari teori-teori ilmu pengetahuan. Namun bisa menjadi tempat penanaman karakter yang tangguh dan handal. Dengan demikian, mereka terhindar dari pengaruh buruk dari lingkungan, seperti tawuran massal, anarkisme, terorisme dan tindak asusila, seperti terjerat dunia prostitusi dan narkoba.

Di sini, posisi guru menjadi sangat vital. Setidaknya itulah pengalaman dari seorang guru BK (bimbingan konseling) Sekolah Menengah Atas Negeri I (SMAN I), Taman, Sidoarjo, Jawa Timur,  Juve Sulivan. Selama menjadi guru BK, ia mendapatkan pengalaman menarik. Pertama, saat adanya penyusupan secara terselubung paham radikal ke dalam sekolah. Ketika itu, sekolah kedatangan mahasiswa yang sedang KKN, salah satu mahasiswa yang menjadi guru agama, ternyata mengajarkan paham radikal. Penyusupan lainnya adalah melalui selebaran yang dimasukkan ke dalam sekolah.

Semua masalah tersebut, untungnya bisa segera diselesaikan. “Para siswa ketika menyadari ada sesuatu yang aneh dan berbeda dari apa yang diajarkan para guru, mereka segera melapor,” kisah Juve kepada Lazuardi Birru.

Pengalaman kedua, ketika ia ditempatkan sebagai guru BK bagi kelas yang dianggap paling bandel dan nakal. Ditegaskan oleh Juve, justru para siswa yang nakal dan bandel yang potensial dan mudah digarap oleh pihak luar untuk kepentingannya sendiri.

Menurut Juve, pola penyebaran yang dilakukan aktivis dengan memanfaatkan penyebaran selebaran di pagar sekolah. Di mana isi di dalamnya mengajak para pelajar untuk mempelajari ajaran tertentu yang radikal.

“Karena sebenarnya, anak-anak yang nakal, pada dasarnya karena kebutuhan kasih-sayangnya yang kurang terpenuhi. Terutama dalam keluarga. Bentuk kenakalan mereka adalah bentuk protes mereka agar diperhatikan oleh pihak sekitarnya. Nah, inilah yang tak banyak disadari oleh kita,” terang Juve.

Hal itu juga yang dimanfaatkan oleh mahasiswa yang sedang KKN tersebut. Ia memilih kelas yang dinilai paling susah diatur pihak sekolah. “Yang menarik, karena mahasiswa ini juga menggunakan media FB untuk mengajak siswa dalam paham radikal yang dianutnya. Dia pernah menulis status bahwa menghormat bendera itu haram, syirik,” jelas Juve.

Lalu bagaimana cara pihak sekolah bisa mengatasi problem berbahaya tersebut? Dijelaskan oleh Juve, yang paling bermanfaat adalah membangun kedekatan dan keakraban dengan para siswa. Guru selalu hadir ketika terdapat siswa yang mendapatkan masalah pribadi.

“Maka, ketika ada yang aneh dan menyimpang dari aturan dan ajaran yang ditanamkan oleh sekolah, siswa sendirilah yang mendatangi guru untuk melaporkan keadaan,” ucapnya.

Salah satu yang bisa dimanfaatkan adalah sarana media jejaring sosial seperti Facebook. Ia sendiri, sering menjadi lahan curhat para siswanya melalui sarana chatting Facebook. “Tak cuma soal kesulitan mata pelajaran, tapi sampai soal pribadi, seperti dunia percintaan mereka pun dicurhatin, agar dapat pemecahan masalah,” beber Juve.

Maka, jelas Juve, menciptakan kondisi sekolah yang dekat pada siswa adalah mutlak. Guru seharusnya tak hanya mengisi pelajaran di kelas. Namun sebisa mungkin hadir membantu ketika para siswa mengalami masalah-masalah kehidupan pribadi mereka.

Cegah Radikalisme, Pendidikan Keagamaan Harus Ditingkatkan


Salah satu penyebab utama terorisme yang terjadi di Tanah Air adalah faktor ideologi. Para pelaku terorisme menganggap bahwa tindakan teror merupakan bagian dari perjuangan membela agama, padahal tidak ada agama yang mengajarkan umatnya untuk berbuat teror. Hal itu terjadi karena doktrin dan pemahaman yang keliru. Karena itu, pendidikan keagamaan harus ditingkatkan.

Wacana tersebut diungkapkan mantan Ketua Mantiqi III Jamaah Islamiyah (JI), Nasir Abas  di Jakarta. Menurut dia, untuk mencegah maraknya tindakan radikalisme yang berujung pada aksi terorisme, maka pendidikan keagamaan harus ditingkatkan.

Dalam konteks ini, Nasir berharap supaya pemerintah Indonesia lebih fokus dalam mengembangkan proses pendidikan keagamaan dalam program deradikalisasi, khususnya bagi para pelaku teror. Menurut Nasir, selama ini para pelaku terorisme mendapat doktrin dan pemahaman ajaran agama yang salah.

“Ketika seseorang itu sudah diberi doktrin atau pemahaman yang keliru, lalu dia meyakini, mau dia orang miskin, atau orang kaya, seorang yang berpendidikan, atau tidak berpendidikan, semua bisa terlibat ketika dia menerima pemahaman atau keyakinan tersebut,” ungkapnya.

Islam Menentang Terorisme


Pengamat terorisme dan mantan Ketua Mantiqi III Jamaah Islamiyah (JI), Nasir Abas mengatakan, Islam sebagai agama rahmatan lil alamin tidak membenarkan aksi kekerasan, seperti aksi terorisme. “Ajaran Islam tidak membenarkan melakukan aksi terorisme baik melalui bom bunuh diri atau melalui hal lainnya,” kata Nasir Abas, di Jakarta.

Menurut Nasir, Islam melarang umat manusia bunuh diri. Bahkan, kata Nasir, ajaran Islam menyatakan orang yang bunuh diri itu haram masuk surga. Apalagi menyebabkan orang lain meninggal dunia. “Oleh karena itu faham tersebut harus dilawan,” tegas dia.

Lanjut jauh Nasir Abas mengingatkan, saat ini gerakan terorisme yang mengorbankan remaja sebagai martir bom bunuh diri semakin masif, karena itu, ia mengajak semua elemen masyarakat dan pemerintah untuk menyikapi persoalan tersebut dengan tepat. “Perubahan pola rekruitmen yang dilakukan para teroris juga harus disikapi dengan cepat. Baik itu pemerintah, kepolisian dan pihak sekolah serta orangtua,” ungkapnya.

“Perlu dilakukan bersama-sama deteksi dini untuk meminimalisir rekrutmen terorisme tersebut,” imbuh mantan Ketua Mantiqi III Jamaah Islamiyah tersebut.

Salah satu upaya dini yang bisa dilakukan, kata Nasir, adalah memberikan pemahaman tentang bahaya laten terorisme. Selain itu, menanamkan paham keberagaman sebagai ciri khas bangsa Indonesia sangat penting. Karena menurut dia, bangsa Indonesia beridiri dilandasi oleh keberagaman dan saling menghargai yang tidak dimiliki oleh negara lain.

Menurut dia, praktek keberagaman yang termaktub dalam Pancasila menjadi landasan yang kuat untuk menanamkan pentingnya kebersamaan dalam perbedaan tersebut. “Jika ini diamalkan, maka tidak akan terjadi aksi terorisme. Dalam pancasila juga terkandung makna Islam,” demikian ia menjelaskan.

Ideologi Radikal Sungguh Berbahaya


Ideologi radikal menyebar layaknya virus. Ia tiba-tiba menjelma menjadi kekuatan dan mendorong seseorang untuk melakukan tindakan dengan menghalalkan segala cara, termasuk melakukan pengeboman dan bom bunuh diri.

Pengamat terorisme, Nasir Abas mengatakan, penyebaran ideologi radikal ini bisa melalui berbagai media seperti buku, membar bebas atau ceramah, dan internet. Akibat mudahnya penyebaran ide-ide radikal tersebut, kata Nasir, seseorang dengan mudah bisa menerima paham tersebut. “Penyebaran ideologi radikal di Indonesia ini mudah, bisa melalui berbagai media,” kata Nasir Abas, di Jakarta, Rabu, 10/10/2012.

Bahkan, kata mantan Ketua Mantiqi III Jamaah Islamiyah (JI) ini, ada orang yang memang sengaja menulis dalam situs internet cara-cara membuat dan merakit bom, serta cara melakukan aksi radikal lainnya. “Itu semua lengkap ada di dalam situs internet dan berbahasa Indonesia, sehingga hal ini (pemahaman radikal dan cara merakit bom, red) bisa saja dimiliki oleh orang–orang baru, generasi berikutnya yang setuju dengan paham tersebut. Lalu, merasa terpanggil untuk melakukan aksi yang sama,” kata Nasir.

Karena itu, ia berharap agar masyarakat tidak mudah menerima input-input pemahaman dan informasi yang tidak bisa dipertanggung jawabkan. Selain itu, ia juga berharap agar masyarakat, khususnya generasi muda bisa memfilter informasi yang ia dapatkan, baik melalui buku bacaan, internet, dan ceramah keagamaan yang mengandung kebencian dan aksi kekerasan.

Rabu, 03 Oktober 2012

Densus 88 Kembali Geledah Kos Terduga Teroris di Sukoharjo


Densus 88 Antiteror Mabes Polri bersama anggota Polres Sukoharjo menggeledah indekos Wisma Najma di Jalan Menco Raya RT 01 RW 10 Kelurahan Gonilan, Kecamatan Kartasura, Sukoharjo, Rabu (3/10). Densus 88 bersama tim olah tempat kejadian perkara (TKP) Polres Sukoharjo mendatangi lokasi tersebut sekitar pukul 13.00 WIB.

Mereka diduga melakukan pengecekan satu benda titipan yang mencurigakan milik salah satu penghuni indekos Wisma Najma di Gonilan itu.

Polisi melakukan penggeledahan di satu kamar indekos yang dihuni oleh Andi, seorang mahasiswa satu perguruan tinggi di Sukoharjo. Densus bersama tim olah TKP melakukan pemeriksaan di indekos Wisma Najma itu, selama sekitar 25 menit. Mereka kemudian meninggalkan lokasi itu.

Dua petugas terlihat membawa barang berupa kardus warna cokelat berjalan keluar indekos itu. Sejumlah polisi dari Brimob telah memasang garis polisi di radius sekitar 50 meter dari indekos Wisma Najma, agar ratusan masyarakat yang ingin melihat tidak mendekat lokasi itu.

Sebelum petugas menggeledah tempat itu, para penghuni indekos putra Wisma Najma diminta meninggalkan kamarnya untuk sementara waktu. “Saya trauma setelah polisi melakukan menggeledahan salah satu kamar rumah kos Wisma Najma itu. Jumlah kos Najma itu ada 16 kamar terisi semua,” kata seorang penghuni indekos berasal dari Kudus yang tidak bersedia ditulis namanya.

Menurut Sriyadi, 53, kakak kandung pemilik indekos Wisma Najma, kedatangan polisi ke tempat adiknya tersebut hanya mengambil satu barang mencurigakan yang dititipkan kepada Andi.

Ia mengatakan, kedatangan polisi ke indekos tersebut tidak untuk melakukan penangkapan, tetapi memeriksa satu barang yang dititipkan oleh orang yang tidak dikenal.

Sriyadi mengatakan, salah satu penghuni indekos yang bernama Andi tersebut mempunyai niat baik, yakni menginformasikan adanya barang titipan yang mencurigakan dari orang yang tidak diketahui. Dia kemudian melaporkan kepada polisi untuk melakukan pengecekan. “Salah satu penghuni kos melaporkan ke polisi, karena di kamar kosnya ada barang dititipan yang mencurigakan,” katanya.

Berdasarkan informasi di lokasi penggeledahan, satu barang yang mencurigakan tersebut titipan dari salah satu terduga teroris yang ditangkap pasukan Densus.

Pasukan Densus bersama tim olah TKP kemudian melakukan penggeledahan dan memeriksa satu barang titipan yang diduga milik terduga teroris.

Pasukan Densus 88 sebelumnya juga menggeledah indekos yang dihuni terduga teroris Fendi atau Wendy, 35 di Tuak, Desa Gonilan, Kartasura, Kabupaten Sukoharjo, tidak jauh dari indekos Wisma Najma, Kamis (27/9).

Densus yang didukung tim olah tempat kejadian perkara (CSI) dan Gegana dalam aksi penggeledahan di rumah indekos Fendi, menemukan satu tas warna hitam dan kotak kayu yang diduga milik terduga teroris.

Kapolda Papua: Bom di Wamena Bukan Rekayasa


Kapolda Papua Irjen Pol Tito Karnavian menegaskan, penemuan bom di Wamena, Sabtu lalu (29/9) bukan rekayasa seperti yang dinyatakan sebagian kelompok masyarakat.

“Temuan itu berasal dari laporan warga yang curiga. Hasil pengembangan penyelidikan ditemukan bom aktif di kantor sekretariat Komite Nasional Papua Baru (KNPB) di Wamena,” kata Irjen Pol Tito di Jayapura, Selasa.

Menurut dia, saat dilakukan penggeledahan kami mengikutsertakan tokoh masyarakat di sekitar lokasi dan didokumentasikan secara lengkap sehingga barang bukti tersebut yang akan menjawab kecurigaan kelompok tersebut.

Selain mengikutsertakan tokoh masyarakat dalam dan dokumentasi yang lengkap saat penggeledahan, masyarakat juga dapat memantau perkembangan kasus tersebut hingga ke pengadilan. Kapolda Papua mempersilahkan masyarakat terus memantau hingga ke pengadilan.

Diakui, dengan adanya temuan bom di Wamena mengindikasikan kalau pola kriminal di Papua mengalami perubahan terutama sejak terjadinya kasus penembakan yang memyebabkan tewasnya warga sipil. “Karena itu pihaknya saat ini sedang mendalami apa motif di balik perubahan tersebut,” tegasnya.

Kasus temuan bom di Wamena berawal dari laporan warga yang curiga terhadap bungkusan serbuk yang terdapat di rumah warga dan setelah diselidiki ternyata itu merupakan serbuk TNT atau bahan baku bom.

Dari temuan tersebut kemudian dikembangkan hingga ditemukannya dua bom aktif di sekretariat KNPB di Wamena.

Selain menemukan bom aktif, anggota polres Jayawijaya juga menemukan berbagai barang bukti misalnya bendera bintang kejora, CD tentang Papua merdeka. Saat ini sembilan warga sipil masih ditahan di polres Wamena sehubungan kasus temuan bom tersebut.