Kamis, 27 Desember 2012

Islam Harus Mengayomi Agama Lain


Sebagai agama mayoritas Islam harus mengayomi agama-agama lainnya. Hal itu sudah menjadi kewajiban dan tuntunan agama untuk menjaga kerukunan antarumat beragama.

Hal itu dikatakan Suryadharma dalam sambutan acara reuni akbar Pondok Pesantren Darussalam Ciamis, Jawa Barat, Jumat (21/12/2012).

“Realitas yang ada kerukunan itu sifatnya dinamis dan fluktuatif. Kadang berada pada posisi stabil dan baik, kadang menghadapi masalah. Untuk itu, perlu ada pemahaman yang baik tentang hal ini. Dan kerukunan pun dapat berubah karena berbagai hal, apakah karena sengaja atau tidak, diciptakan oleh oknum tak bertanggung jawab,” kata Suryadharma.

Misalnya, lanjut dia ada yang menciptakan aliran baru, melakukan penodaan. Akibatnya timbul ketidakharmonisan di masyarakat. Ada yang memutarbalikan ayat, ada aliran sempalan dan semua itu merupakan dinamika yang harus disikapi dengan dewasa.

“Untuk pendidikan agama diharapkan menempati posisi strategis untuk menangkis berbagai persoalan ke depan. Termasuk upaya pemberdayaan ekonomi,” ujarnya.

Sebentuk Toleransi, Banser Turut Amankan Perayaan Natal


Sebanyak 200 anggota Barisan Anshor Serba Guna (Banser) ikut membantu mengamankan 94 gereja yang ada di Kabupaten Bojonegoro. Sikap organisasi di bawah Nahdlatul Ulama ini, bentuk bertoleransi terhadap pemeluk Nasrani yang merayakan Natal.

Para anggota Anshor mengkonsentrasikan 100 anggotanya mengamankan 12 gereja yang ada di Kota Bojonegoro. Sisanya, mereka menyebar di gereja-gereja yang terdapat di 28 kecamatan di seluruh Bojonegoro. Mereka berbaur dengan anggota polisi dari Kepolisian Resor Bojonegoro, yang juga mengamankan Natal dan Tahun Baru 2012-2013.

Ketua Anshor Bojonegoro, Hasan Bisri mengatakan anggota Anshor yang melakukan pengamanan mulai berjaga pada Sabtu hingga Kamis, 22 – 27 Desember 2012. Partisipasi pengamanan Natal di gereja ini, sudah berlangsung selama lima tahun terakhir. “Ini bentuk toleransi kita pada agama lain,” katanya, Ahad 23 Desember 2012.

Pada minggu 23 Desember 2012, sejumlah gereja di Bojonegoro sudah menggelar kebaktian. Seperti Gereja Santo Paulus di Jalan Panglima Sudirman, juga Gereja Jawi Wetan Timur Utara Jalan Teuku Umar, telah dipadati umat Nasrani. Di halaman gereja juga terpasang tenda cukup besar untuk menampung jemaat yang meluber sampai di halaman.

Sebelumnya, gabungan anggota intelijen yang berada di Kepolisian Resor dan Kepolisian Sektor Bojonegoro disebar mengamankan 94 gereja dan rumah yang dijadikan tempat ibadah kaum Nasrani. Minimal dua polisi menjaga gereja selama perayaan Natal dan Tahun Baru 2012 berlangsung.

Juru Bicara Kepolisian Resor Bojonegoro Ajun Komisaris Polisi Subarata mengatakan, anggota intelijen di seluruh Polres Bojonegoro dan 28 Polsek Bojonegoro sebanyak 194 orang. Dari jumlah tersebut, sekitar 40 orang terkosentrasi di Kota Bojonegoro yang mengamankan 12 gereja. Selebihnya, menyebar di gereja-gereja yang berada di kecamatan-kecamatan seluruh Bojonegoro.

Rabu, 26 Desember 2012

Situs Dan Blog Yang Berafilaisi Dengan Jaringan Teroris Harus Di Tutup


Terkait pernyataan kelompok teroris yang bangga atas keberhasilan penyerangan terhadap rombongan patroli anggota Brimob yang termuat di weblog alansar007, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendesak pemerintah, dalam hal ini Kemenkominfo, untuk menutup segala situs dunia maya yang terafiliasi dengan kelompok teroris.

“Situs porno saja ditutup, Kemenkominfo jangan membiarkan situs seperti ini,” terang Komisioner Komnas HAM Siane Indriani seperti dilansir Detikcom.

Siane merupakan komisioner yang menyelidiki kekerasan di Poso. Dia juga menyampaikan penyebaran kebencian dan paham kekerasan terkait konflik Poso lewat dunia maya harus dihentikan.

“Situs ini bisa dilacak. Jangan menggunakan lagi kekerasan,” imbuh Siane yang hingga saat ini masih berada di Poso.

Sementara itu anggota Komisi III DPR RI, Aboe Bakar Al-Habsy, mengatakan pemerintah harus melakukan penelusuran keterkaitan hubungan antara penembakan dan keberadaan situs tersebut.

Sebelumnya, weblog Alansar007 yang mengusung slogan Sariyyatu Tsa’ri Waddawaa’ (yang artinya kurang lebih operasi balas dendam sebagai obat luka), menyebut serangan yang menewaskan 4 anggota Brimob dan melukai 2 lainnya saat melakukan patroli di Desa Tambarana, Poso Pesisir, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, Kamis (20/12/2012), sebagai balas dendam atas aksi Densus 88 yang dinilai kerap menzalimi mereka.

Berikut petikan pernyataan perihal aksi penyerangan terhadap rombongan patroli Brimob yang dimuat dalam weblog tersebut.

“Sungguh kabar yang melegakan kita semua, di mana para Mujahidin Indonesia Timur dengan Idzin Allah Ta’ala berhasil melakukan serangkaian amaliyah di wilayah Poso dan sekitarnya, berikut Informasi yang bisa kami himpun hingga saat ini :

Amaliyah Penembakan terhadap Para Thaghut di Desa Kalora, Kecamatan Poso Pesisir Utara, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, di mana Para Thoghut mereka membikin markas baru di desa tersebut, di desa yang sebelumnya mereka membunuh Seorang Ustadz Mujahid yang Mulia, Ustadz Muhammmad Khoiri S.Sa. Dalam Amaliyah ini menewaskan 2 Tentara Thoghut laknatullah dan melukai 3 lainnya, yang kini langsung dibawa ke RS Poso 2 orang dan RS Parigi 1 orang.”

Ajak Dialog Kelompok Radikal!

ilustrasi

Strategi represif aparat tidak membuat kelompok-kelompok radikal jera dan berhenti melakukan aksi kekerasan. Sebaliknya malah kelompok radikal sekarang mengincar institusi kepolisian sebagai bentuk balas dendam. Maka strategi yang harus dikedepankan saat ini adalah langkah preventif melalui dialog dengan kelompok-kelompok radikal.
Pendapat ini dikemukakan oleh Guru Besar IAIN Sunan Ampel Surabaya, Prof. Dr. Syafiq Mughni. Menurut dia, komunikasi dengan kelompok radikal penting, namun polanya harus produktif, tidak dengan salah satu pihak memanfaatkan pihak lain untuk kepentingan jangka pendeknya, melainkan demi kepentingan perdamaian bangsa.
“Pemerintah memiliki peluang dan media untuk berkomunikasi dengan kelompok manapun  di negeri ini. Namun polanya tidak boleh manipulatif,” tandasnya kepada Lazuardi Birru beberapa waktu lalu.
Dengan pola tersebut, lanjut Syafiq, pemerintah bisa mencegah kelompok-kelompok radikal ini untuk secara leluasa menyebarkan ajaran kekerasannya, sekaligus menghambat mereka bertumbuh menjadi kelompok teroris.
Selain itu, dalam proses komunikasi itu, pemerintah harus melibatkan Ormas-ormas tradisional seperti NU, Muhammadiyah, Persis, Nahdlatul Wathon, dan lainnya. Pasalnya, Ormas Islam tersebut hidup dalam keseharian masyarakat.
“Ormas bisa berfungsi mencegah benih pertumbuhan radikalisme baik pada pada ranah intelektual maupun kultural. Banyak orang tidak sadar bahwa bibit terorisme itu tumbuh ketika kelompok mayoritas mengancam bahkan menyerang kelompok minoritas. Bibit terorisme paling dasar itu kerapkali hadir di depan mata kita tanpa disadari. Dan itu menjadi tugas ormas dalam melakukan pencerahan,” tandas Ketua PP Muhammadiyah ini.
Namun yang tak kalah penting, sambung dia, adalah penegakan hukum terhadap kelompok-kelompok yang melakukan aksi main hakim sendiri. Pasalnya, jika aksi kekerasan mereka dibiarkan, itu membuka peluang pelanggaran hukum yang lebih besar seperti seperti teror pengeboman.

Songsong Tahun Baru, Umat Islam Diharapkan Eratkan Ukhuwah Islamiyyah


Fragmentasi umat Islam ke dalam berbagai macam aliran adalah fenomena yang masih sulit diterima kalangan internal umat Islam sendiri. Terlebih jika yang membedakan adalah hal-hal krusial bagi aqidah Islam kebanyakan. Misalnya kehadiran aliran Ahmadiyah dianggap sebagian kalangan muslim sebagai duri dalam daging dan dapat merusak agama yang di bawa Muhammad SAW.

Di tahun mendatang yang sebentar lagi akan dimasuki ustadz Didin Hafidhuddin mengatakan, umat Islam dituntut untuk selalu merapatkan barisan guna menghindari isu-isu dari luar yang dapat memecah kerukunan dan mengacaukan stabilitas kehidupan bangsa.

Persatuan umat hendaknya tidak dilupakan meskipun perbedaan ditemukan di sana-sini. Islam adalah agama mutakhir, yang tidak gagap ketika bertemu keberlainan dan perbedaan.

Ketua Umum BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) ini juga mengungkapkan bahwa, perlunya suatu organisasi yang bertugas dan saling bekerjasama guna meredam setiap isu sesat, sedangkan yang lain terus membangun umat dari segala bidang.

Kamis, 20 Desember 2012

Kelompok Radikal Butuh Kanalisasi Ekspresi


Dalam sebuah perbincangan dengan Lazuardi Birru, Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab, pernah mengutarakan bahwa maraknya aksi teror di Indonesia lantaran tidak adanya kanalisasi semangat jihad pemuda-pemuda muslim Indonesia.

“Dahulu pemuda-pemuda Indonesia bisa membantu negara-negara muslim lain yang sedang berperang seperti Afghanistan. Namun sekarang hal itu dilarang oleh pemerintah,” ujar Rizieq. Ia mengibaratkan hal itu seperti anak kecil yang menyulut mercon di dalam kamar lantaran dilarang bermain petasan di luar halaman rumah.

Namun argumentasi itu dibantah oleh ketua badan pengurus SETARA Institute, Hendardi. “Apa betul pada zaman Soeharto pengiriman milisi sipil ke luar negeri itu dibebaskan? Itu dilarang juga kok,” tandasnya.

Ahli hukum yang tak pernah mengenyam bangku pendidikan hukum secara formal ini memang setuju bahwa kelompok radikal di Indonesia membutuhkan kanalisasi ekspresi di negeri ini, tapi itu diwujudkan dengan media lain, organisasi sosial politik misalnya.

“Di alam demokrasi, jika kelompok masyarakat tertentu ingin bertarung untuk memproduksi kebijakan publik yang sesuai dengan aspirasinya maka silakan bertarung melalui organisasi politik. Saya kira pemerintah harus memberikan ruang kepada kelompok-kelompok radikal untuk melakukan itu,” ujarnya.

Jika mereka enggan dan bersikukuh menolak proses demokrasi, lanjut Hendardi, negara harus bisa menjelaskan kepada mereka bahwa kekerasan tidak bisa ditoleransi. Tugas negara adalah mengelola semangat berlebihan suatu kelompok hingga menjurus pada tindak kekerasan dengan cara damai.

“Persoalannya, seringkali aksi kekerasan mereka dibiarkan sehingga menyebabkan mereka tidak berminat masuk ke partai dan lebih suka menyalurkan ekspresinya di jalanan,” tegas mantan Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) itu.

Dalam hematnya, pembiaran negara terhadap praktik-praktik intoleransi oleh kelompok radikal menjadi salah satu akar tumbuh suburnya praktik terorisme.

”Ketika tidak ada penghukuman terhadap aksi-aksi radikalnya, berarti tidak ada efek jera. Maka pelaku ingin melakukan hal yang sama atau bahkan lebih dari itu karena merasa tidak dihukum,” tandasnya.

Sumber : Lazuardi Biru

Selasa, 18 Desember 2012

Indonesia Akan Jadi Salah Satu Kekuatan Dunia


Indonesia bersama negara-negara berkembang lainnya diperkirakan akan memiliki peran dominan di bidang ekonomi dan politik pada 2030, mengambil alih peran negara-negara barat. Berdasarkan hasil studi Dewan Intelijen Nasional Amerika Serikat dalam laporan “Global Trends 2030: Alternative Worlds” disebutkan pengaruh negara-negara barat akan semakin menurun seiring stagnasi pertumbuhan yang mereka alami.

Seperti dilansir Business Times, 17 Desember 2012, Asia diperkirakan akan melampaui Amerika Utara dan Eropa dalam ukuran produk domestik bruto, jumlah populasi, belanja militer dan investasi teknologi. Dewan Intelijen Amerika menyediakan informasi bagi komunitas intelijen negara itu. Mereka menyebutkan prospek ekonomi dunia akan semakin tergantung pada posisi negara berkembang, yang dipimpin Cina, India, dan Brazil.

Pemain-pemain di kawasan seperti Indonesia dan Korea Selatan di Asia, Columbia dan Meksiko di Amerika Latin juga akan menjadi sangat penting bagi ekonomi global. Buktinya negara-negara berkembang menyumbang lebih dari 50 persen pertumbuhan global dan 40 persen dari investasi global. Dewan Intelijen menyatakan data itu bisa berpotensi meningkat sehingga memberikan tantangan ketidakstabilan ekonomi global.

“Kontrasnya pertumbuhan yang cepat di negara-negara kawasan itu membuat ketidakseimbangan global dimana menyumbang terjadinya krisis finansial pada 2008 dan sistem internasional,” ungkap laporan itu.

Pertanyaan pentingnya, tambah laporan itu, meningkatnya ketidakpastian akan mengakibatakan rusaknya sistem global ataukah pengembangan beragam pusat pertumbuhan bisa membuat daya tahan ekonomi semakin meningkat.

Sementara banyak negara barat sedang memastikan bahwa pelambatan ekonomi yang mereka alami saat ini karena dampak krisis finansial di 2008 dan tidak akan semakin terperosok lebih lama. Namun beberapa negara seperti Indonesia mencatatkan pertumbuhan dan harus konsentrasi agar perkembangan ekonomi berkelanjutan dan menghindari jebakan pendapatan kelas menengah (middle income trap). Kondisi di mana pendapatan per kapita masyarakat Indonesia tidak akan bisa tumbuh seperti pendapatan di masyarakat negara maju.

“Untuk menghindari kondisi itu, Indonesia harus mempertimbangkan untuk menerapkan perubahan yang luas pada peran lembaga politik dan sosial,” ungkap Dewan Intilejen.

Ekonomi Indonesia telah tumbuh diatas 6 persen dalam beberapa tahun terakhir sehingga mendorong pendapatan masyarakat per kapita menjadi lebih dari US$ 3.500. Sebagai perbandingan pertumbuhan Amerika hanya separuhnya dari Indonesia sementara beberapa negara di Eropa justru berada dalam resesi.

Dengan diluncurkan program masterplan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia (MP3EI), pemerintah Indonesia tampaknya melihat pesan dari Dewan Intelijen secara serius. Proyek pembangunan infrastruktur senilai Rp 4.000 triliun tersebut akan membantu Indonesia menjadi negara denga ekonomi terkuat pada 2025.

Sumber: Tempo.co

Radikalisme Tumbuh Pesat Karena Tiga Faktor


Radikalisme tumbuh pesat disebabkan oleh tiga hal, yaitu karena ideologi, situasi sosial (ketidakadilan, red) dan provokasi. Ketiga hal yang menyebabkan suburnya radikalisme tersebut dapat berujung pada tindakan terorisme. Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Moderate Muslim Society (MMS) Agus Muhammad.

Ia mengistilahkan ideologi sebagai bibit, situasi sosial (ketidakadilan, red) sebagai lahan atau ladang, dan provokasi sebagai pupuk. “Radikalisme yang kemudian berkembang menjadi terorisme, itu berawal dari adanya ideologi atau gagasan bahwa dirinya paling benar, ajaran dia yang paling benar. Dan biasanya, orang tersebut menganggap ajaran lain salah,” kata Agua pada Lazuardi Birru, di Jakarta.

Biasanya, kata Agus, orang yang terinveksi pemikiran radikalisme ini selalu berpikir hitam putih, yang ada di benaknya hanya benar dan salah. “Keyakinan seperti ini mengingkari realitas, termasuk terhadap keyakinannya sendiri,” tegas alumni Fakultas Syariah IAIN (sekarang UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta ini.

Menurut Agus, keyakinan yang benar hanya milik Allah. Dan Allah nanti yang akan menghukumi di akhirat nanti. Masalahnya, lanjut Agus, mereka kemudian menjadikan dirinya seolah-olah seperti Tuhan. Karena merasa dirinya paling benar, kata Agus, biasanya mereka mengajak, mengkampanyekan, bahkan tak sedikit yang menggunakan cara-cara pemaksaan, kekerasan, bahkan yang paling vulgar melakukan cara melakukan pengeboman, seperti yang dilakukan oleh kelompok teror.