Rabu, 16 Januari 2013

Dua Terdakwa Teroris Aceh Dituntut Seumur Hidup


Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum kasus teror Aceh, Iwan Setiawan MH, menuntut Fikram bin Hasbi alias Ayah Banta dan Kamaruddin alias Mayor dengan pidana penjara seumur hidup. Ayah Banta dan Mayor disebutkan sebagai otak dan pelaku utama dari serangkaian teror menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) awal Aceh 2012.

“Berdasarkan keterangan saksi dan alat bukti selama persidangan, keduanya adalah tokoh utama peristiwa penembakan tersebut dan telah menciptakan teror dan ketakutan masyarakat,” kata Jaksa Iwan Setiawan saat membacakan tuntutan dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (14/1).

Dia menyebutkan, Ayah Banta adalah “otak” dari serangkaian peristiwa teror tersebut, sedangkan Mayor adalah pelaku utamanya. Mayor kemudian merekrut sejumlah kawannya untuk menciptakan kekacauan di Aceh, yaitu Jamaluddin alias Dugok dan Mansyur alias Mancuk yang oleh jaksa keduanya diuntut masing-masing 20 tahun penjara.

Menurut jaksa, Ayah Banta juga memberikan dua pucuk senjata api AK-56 dan satu pucuk M16 kepada Mayor. Kedua senjata itulah yang digunakan untuk menembak orang-orang beretnis Jawa di perkebunan PT Setya Agung, Geureudong Pase, Aceh Utara. Senjata M16 juga digunakan Mayor bersama Dugok dan Mancuk untuk menembaki rumah Misbahul Munir, Wakil Ketua DPRK Aceh Utara.

Sementara itu, tiga terdakwa lainnya dalam persidangan terpisah, Sulaiman alias Ulee Bara, Ushriah alias Ush, dan M Rizal Mustakim alias Takim, dituntut masing-masing lima tahun penjara.

Jaksa dalam uraiannya menerangkan, peristiwa penembakan tersebut dilakukan dengan maksud menimbulkan suasana teror serta menciptakan ketakutan masyarakat, sehingga Aceh menjadi tidak aman menjelang Pilkada 2012.

Rangkaian kekerasan bersenjata api yang melibatkan Ayah Banta dan Mayor cs, menurut Jaksa Iwan Setiawan MH, mencakup banyak peristiwa. Di antaranya adalah penembakan buruh perkebunan PT Satya Agung di Kecamatan Geureudong Pase, Aceh Utara, pada 4 Desember 2011 yang menewaskan tiga orang. Semuanya beretnis Jawa.

Kemudian penembakan seorang penjaga toko Istana Boneka di Ulee Kareng, Banda Aceh, pada 31 Desember 2011. Korbannya juga beretnis Jawa.

Berikutnya, penembakan buruh bangunan asal Jawa di Bedeng atau Barak Aneuk Galong, Aceh Besar, pada 5 Januari 2012.

Peristiwa lainnya adalah penembakan rumah pribadi Wakil Ketua DPRK Aceh Utara, Misbahul Munir di Desa Keude Krueng, Kecamatan Kuta Makmur, Aceh Utara.

Tak terkecuali penembakan Saiful Cagee (42) pada 22 Juli 2011. Mantan kombatan GAM yang pernah mengetuai KPA Wilayah Batee Iliek ini meninggal ditembak dengan tiga peluru di depan Warung Gurkha miliknya di Matanggeulumpang Dua, Bireuen.

Kelompok Ayah Banta, menurut jaksa, juga terlibat dalam pemasangan bom pipa di lintasan Gunung Geureutee, Aceh Besar, untuk meledakkan rombongan Gubernur Irwandi Yusuf yang hendak melintas dari Banda Aceh ke pantai barat Aceh. Tapi sebelum bom itu diledakkan, para pelaku sudah lebih dulu ditangkap Densus 88. 

Sumber: Tribunnews

Tidak ada komentar:

Posting Komentar