Jumat, 15 Februari 2013

Radikalisme Harus Diselesaikan secara Internal Agama


Dalam karyanya the battle for god, Karen Amstrong meramal tantangan terbesar abad ini adalah tantangan menghadapi radikalisme. Tampaknya ramalan tersebut tidak meleset. Di Indonesia misalnya fenomena bentrok  antarumat beragama kerap terjadi bahkan hingga saat ini. Sebuah fenomana yang tidak bisa dilepaskan sikap keberagamaan yang radikal.

Menurut Prof. Dr. Franz Magnis Suseno, SJ gesekan hingga konflik yang terjadi antarumat beragama tidak lepas dari salah satu kelemahan manusia yang  cenderung selalu  ingin menyekat-nyekat  antara dirinya dengan orang lain.

Untuk keluar dari problem tersebut, pakar filsafat ini menilai perlunya intervensi pemerintah terutama dalam penegakan hukum.

“Ketika ada pihak-pihak yang melanggar hukum yang telah ditetapkan, maka pemerintah seharusnya tidak sekadar memutuskan itu salah, tapi juga harus berani mengeksekusi keputusan tersebut” ungkap Magnis Suseno.

Namun di samping itu, untuk meluruhkan radikalisme Magnis Suseno tetap melihat peran sentral dari kalangan agamawan itu sendiri.

“Untuk soal radikalisme, ini hanya bisa diselesaikan secara internal agama: bagaimana para pemuka agama bisa meyakinkan umatnya bahwa  perdamaian dan  nilai-nilai keharmonisan adalah ruh dalam pesan-pesan Tuhan . Jika semua itu tidak dilakukan, maka yang ada konflik akan terus berlangsung” tambah Magnis Suseno.

Sumber: Islam-Indonesia.com

Teror Bom Ikan Melanda Madura

Bom Ikan

Warga Dusun Topoar, Desa Karduluk, Kecamatan Pragaan, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, dilanda keresahan. Dalam sepekan terakhir, dua rumah warga di dusun yang masyhur sebagai kampung mebel itu menjadi sasaran pelemparan bondet atau bom ikan.

“Kami tidak tahu kenapa warga di sini dilempari bondet,” kata Kepala Dusun Topoar, Mohammad Rasyid, Kamis, 14 Februari 2013. Rasyid menjelaskan, pada Kamis dinihari tadi, rumah Ibu Addus, 75 tahun, dilempari enam buah bondet oleh orang tak dikenal. Bondet diarahkan ke belakang rumah korban. “Terdengar enam kali ledakan keras,” ujarnya.

Cucu Ibu Addus, Rifki, menuturkan, saat ledakan terjadi, hampir seluruh keluarganya masih berada di tempat hajatan kerabat. Adapun ibu Abdus dan adik Rifki berada di musala sehingga selamat dari ledakan. ”Nenek yang sedang menganyam tikar di dalam rumah pingsan akibat efek ledakan,” ucapnya.

Ledakan bom merusak rumah Ibu Addus. Atap rumah hancur dan genting berjatuhan. Dinding bagian belakang bolong. “Saya tidak tahu apa salah kami sehingga dilempari bom,” tutur Rifki.

Menurut Rasyid, pelaku diduga tidak hanya melempar bom, tapi juga hendak membakar rumah korban. Dugaan ini didasarkan pada temuan botol air mineral berisi bensin. Botol itu ditemukan di dekat tumpukan kayu bakar di belakang rumah korban. “Beruntung, kobaran api cepat diketahui warga sehingga dipadamkan,” katanya.

Meski motif pelaku tidak jelas, ada sejumlah warga melihat para pelaku pelemparan bom ikan tersebut. “Katanya empat orang, naik dua sepeda motor, tapi tidak dikenali karena pakai helm teropong,” tutur Rasyid.

Sejumlah polisi sudah melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP), termasuk mengambil barang bukti botol berisi bensin dan sisa bondet yang tercecer.

Dialog Keagamaan Bentengi Masyarakat dari Provokasi


Peneliti Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian (PSKP), Muhammad Najib Azca, Ph.D mengatakan, strategi transformasi sosial merupakan salah satu metode penting untuk meminimalisir potensi konflik yang kerap terjadi di belahan nusantara.

“Strategi transformasi sosial ini dalam arti proses-proses sosial yang semakin melemahkan atau bahkan menghilangkan akar-akar yang bisa menimbulkan terjadinya konflik di masyarakat,” kata dosen sosiologi Universitas Gajah Mada ini pada Lazuardi Birru.

Menurut dia, akar-akar penyebab konflik itu bisa bermacam-macam, mulai dari ketimpangan sosial, kemiskinan atau kelompok yang termarginalisasi. Kata dia, hal itu harus ditangani dengan baik agar tidak menimbulkan konflik.

Di samping itu, lanjut Najib, harus ada pendekatan yang lain, misalnya pendekatan kultural yang dilakukan secara intensif melalui dialog-dialog keagamaan, dan dialog kultural dengan masyarakat untuk membentengi masyarakat dari provokasi dan hal-hal yang bisa memicu konflik. “Aspek-aspek yang berorientasi pada pembangunan dengan kohesi sosial dimana dulunya pernah terkoyak oleh konflik, harus dibangun kembali,” ungkapnya.

Dikatakannya, membangun kembali hubungan-hubungan dengan kelompok, seperti saling percaya antarmasyarakat sangat penting untuk menghindari adanya provokasi.

Wacana Pembubaran Densus 88 Perlu Dicermati


Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golkar (FPG) Nudirman Munir mengatakan, wacana pembubaran Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror Mabes Polri perlu disikapi dengan waspada. Karena itulah, Polri harus memberikan klarifikasi terkait setiap aksi pemberantasan terorisme.

Menurut Nudirman, Densus perlu dipertahankan karena berperan penting dalam menjaga keamanan dan mencegah aksi-aksi yang berpotensi mengganggu hubungan baik dengan negara lain.

“Densus 88 perlu dipertahankan. Tapi hasil kerjanya harus jelas, clear. Mesti ada klarifikasi atas setiap aksi pemberantasan,” kata Nudirman dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi III dengan Kapolri, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (13/2).

Seperti diketahui, di beberapa daerah muncul desakan agar pemerintah mengkaji ulang kehadiran Densus 88. Selama ini aksi pemberantasan terorisme oleh Densus 88 kerap menimbulkan kontroversi karena selain tidak transparan, cara-cara yang dilakukannya pun dinilai terlalu represif, brutal dan tidak mengenal hak asasi manusia (HAM).

“Jangan sampai Polri diadu dengan masyarakat. Karena ada usaha mengarah ke situ di balik berkembangnya wacana pembubaran Densus. Bukan hanya Densus 88, tapi oknum polri yang berlaku sewenang-wenang di daerah juga harus diawasi,” tegas Nudirman.

Dia berharap masalah arogansi dan tindakan berlebihan Densus 88 menjadi perhatian dari Polri dan jajarannya.

“Kita sangat membutuhkan Polri sebagai pengayom dan pelindung masyarakat. Karenanya, masalah arogansi dan tindakan berlebihan Densus 88 kami harap menjadi perhatian serius,” tandas Nudirman.

Jangan Mudah Menuduh Sesat pada Orang Lain!


Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Masdar Farid Mas’udi mengimbau warga NU untuk tetap setia dengan prinsip tasammuh (toleransi) dengan tidak mudah menisbatkan kata ”sesat” pada pihak lain.

”Menyesatkan orang lain sama saja dengan memosisikan dirinya sebagai hakim keyakinan yang seharusnya hanya dimiliki Allah,” kata dia seperti dilansir laman NU Online.

Kiai Masdar merujuk surat an-Nahl ayat (93) yang menyebutkan bahwa keanegaragaman umat merupakan kehendak Allah, melalui otoritas penuh untuk menyesatkan dan memberi petunjuk mereka.

Dengan demikian, sambungnya, orang yang menyesatkan pada dasarnya telah musyrik, karena telah mengambil otoritas Tuhan untuk dirinya. ”Dan tidak ada dosa yang lebih besar dibanding memusyirkan dirinya dengan Allah,” kata Kiai Masdar.

Di hadapan hadirin, alumni Pesantren Krapyak ini juga mengajak untuk tidak menjadikan masjid sebagai ruang eksklusif yang menanamkan intoleransi. Sebab, dengan konsep pembagian ruang dalam dan ruang serambi, masjid sesungguhnya merupakan bangunan yang terbuka.

Ruang serambi, demikian Kiai Masdar, harus dimaksimalkan perannya sebagai tempat berdiskusi dan memecahkan berbagai persoalan umat, termasuk menghidarkan dari paham yang terlalu dogmatis. ”Dogma bisa dicairkan jika serambi itu diperdayakan,” tegasnya.

Sumber: NU Online

Teror Gereja Makassar Tak Terkait Agama


Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) langsung merespon serangkaian teror bom molotov yang menimpa 5 gereja di Makassar Sulawesi Selatan selama sepekan. JK pun minta kasus tersebut untuk tidak dihubung-hubungkan dengan agama.

“Kasus ini jangan disangkut pautkan dengan agama sebab kejadian ini hanya bentuk unsur provokasi yang dilakukan oleh oknum yang ingin mengadu domba sesama umat,” kata JK saat duduk bersama dengan Kapolda, Pangdam dan sejumlah toko agama di ruang Pola Kantor Balai kota Makassar, Kamis (14/2).

Ketua PMI Pusat yang dikenal sebagai juru runding ini mengimbau kepada masyarakat, utamanya umat muslim dan kristiani untuk tidak terprovokasi dengan aksi-aksi pelemparan bom molotov.

Dia menduga, jika semua berlarut-larut maka hal ini dapat menjurus ke aksi-aksi adu domba antarumat beragama. Untuk itu dia berjanji akan membahas langkah-langkah ke depan termasuk penyelidikan kasus ini.

“Bersama semua pihak termasuk dengan bapak Kapolda, Pangdam akan menyelidiki kasus ini dan menangkap oknum yang tidak bertanggungjawab,” beber JK.

Seorang pemuka agama yang hadir dalam kegiatan tersebut menyatakan, perlu adanya komitmen bersama untuk memerangi teror ini agar tak terjadi teror lanjutan.

Sementara itu Kapolda Sulawesi Selatan, Irjen Mudji Waluyo mengatakan, pihaknya akan meningkatkan pengamanan di semua gereja.

“Semua gereja yang ada di Makassar (kini) dijaga ketat. Minimal ada dua personel Sabhara yang menjaga secara terbuka dan yang lainnya akan menjaga secara tertutup,” kata Mudji

Jenderal bintang dua ini menambahkan jika tindakan teror ini tidak bisa ditoleransi. Dia berjanji untuk menegakkan hukum secara tegas kepada siapapun pelakunya. “Langkah antisipasi, kita juga akan pasangkan CCTV di setiap gereja. Terima kasih sarannya,” tambahnya.

Aksi teror pelemparan bom molotov pada gereja di Makkasar, Sulawesi Selatan (Sulsel) kembali terjadi. Hari ini yang menjadi sasaran adalah Gereja GKI Sulsel di Jl Samiun No 17 dan Gereja Toraja Klasis Makassar Jemaat Panakukang di Jl Pettarani II Nomor 3. Kedua peristiwa tersebut terjadi hampir bersamaan pada Kamis, (14/2) pukul 04.00 Wita tadi.

Beruntung tak ada kerusakan berarti dan korban yang jatuh akibat peristiwa ini. Meski belum menyimpulkan siapa pelakunya, namun aksi licik tak terpuji ini diduga kuat terkait dengan peristiwa di Gereja Toraja Mamasa dan Gereja Tiatira Malengkeri. Kedua gereja itu juga dilempar bom molotov oleh orang yang tidak di kenal pada Minggu (10/2/2013), pukul 04.15 Wita. Hingga kini pelakunya belum berhasil ditangkap.

Sumber: Merdeka, Tribunnews, Berita Satu

Kamis, 14 Februari 2013

Mayoritas Muslim Indonesia Pro-Perdamaian


Sebagaian orang menganggap bahwa aksi kekerasan yang mengatasnamakan agama di Indonesia bisa mencoreng citra Islam sebagai agama rahmat bagi alas semesta. Namun pernyataan tersebut dibantah oleh  Aktivis Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKIS) Hairus Salim.

Menurut Salim, semua orang tahu bahwa Islam itu warna warni, Islam tidak monolitik, dan tidak tungal. Banyak umat Islam yang menganjurkan perdamaian, yang mengajarkan harmoni. Kalaupun ada kekerasan yang dilakukan oleh kelompok tertentu yang menggunakan legitimasi agama, itu hanya oknum saja.

“Kita boleh menganggap yang melakukan kekerasan dengan menggunakan agama sebagai pembenar, itu hanya oknum saja, karena Islam yang mainstream tetap pro perdamaian,” kata Salim pada Lazuardi Birru.

Lebih lanjut Salim mengatakan, memang mayoritas muslim Indonesia itu cuek, tapi pada dasarnya mereka yang pro perdamaian jauh lebih besar daripada kelompok intoleran yang menggunakan agama sebagai legitimasi. “Jadi Islam tidak tercoreng, karena Islam yang sesunguhnya tetap damai, tetap harmoni. Kita harus yakin bahwa dasarnya Islam cinta damai,” pungkas alumni IAIN (sekarang UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta ini.

Antara Pancasila dan Islam Tak Perlu Dipertentangkan


Salah satu alasan yang mendorong kelompok-kelompok radikal atau teroris beraksi di Indonesia adalah problem asas atau dasar negara. Para radikalis dan teroris tidak rela jika Pancasila menjadi pondasi keindonesiaan. Bagi mereka hanya Islamlah yang paling cocok untuk dijadikan asas Indonesia. Karena di samping mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, juga ada garansi dari Allah akan kebenaran Islam.

Namun bagi Komisioner Komnas HAM, Imdadun Rahmat, pendapat yang mengkafirkan Pancasila adalah pandangan yang sempit. Karena menurutnya banyak titik temu antara Pancasila dan Islam.

“Itu pandangan yang sempit karena kalau kita gali dalam Islam lalu kita persamakan dengan nilai-nilai yang terkandung di Pancasila, ada banyak titik temu dan persamaan. Jadi kalau mengatakan pancasila adalah ideologi kafir itu pendapat yang keliru” tutur Imdad.

Antara Islam dan Pancasila tidak perlu diperhadap-hadapkan. Menurut aktivis NU ini, bangsa Indonesia khususnya umat Islam harus meniru apa yang telah dilakukan tokoh-tokoh Islam dahulu ketika dalam proses penentuan asas negara Indonesia.

“Pelajaran yang kita dapat dari proses sejarah itu adalah para tokoh Islam menerima Pancasila dengan lapang dada dan iklas. Para ulama menerima Pancasila sebagai sesuatu yang tidak bertengan dengan Islam. Ini karena para kyai dan ulama memiliki wawasan dan kedalaman keagamaan yang memungkinkan meraka untuk berfikir dan mengambil sikap inklusif. Tidak menang-menangan untuk umat Islam semata, tetapi mementingkan bangsa secara keseluruhan” tambah Imdadun Rahmat.

Selasa, 12 Februari 2013

Seorang DPO Teror Poso Menyerahkan Diri


Salah satu terduga teroris di Poso, Sulawesi Tengah, yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) polisi, Imran alias Papa Saiful (25 tahun), menyerahkan diri ke Markas Kepolisian Resor Poso, Minggu, 10 Februari 2013.

“Ia didampingi langsung oleh kedua orang tuanya saat menyerahkan diri,” kata Kepala Polres Poso Ajun Komisaris Besar Eko Santoso.

Sebelumnya, polisi memasukkan Imran dalam 24 buron terduga teroris di Poso. Polisi menduga, warga Poso Pesisir ini terlibat dalam penemuan bahan peledak/bom di Gunung Biru, Dusun Tamanjeka, pada 27 Oktober 2012. Menurut Eko, Imran saat ini sedang diperiksa tim penyidik Polres Poso, yang didampingi Densus 88.

Sebelumnya, pada 21 Januari 2012, polisi menangkap seorang buron terduga teroris, Ali Sannang alias Papa Khairul, di wilayah Dusun Tamanjeka, Kecamatan Poso Pesisir, Kabupaten Poso.  Polisi menduga Ali memiliki bahan peledak di Gunung Biru, Dusun Tamanjeka.

Setelah Ali  ditangkap dan Imran menyerahkan diri, kini polisi tengah mengejar 22 buron terduga teroris lainnya. Salah satu dari mereka adalah Santoso alias Abu Warda alias San alias Pak De alias Komandan. Polisi menduga Santoso sebagai pemimpin kelompok bersenjata di Poso. 

BNPT: TNI Dapat Terlibat Penindakan Terorisme Bersama Polri


Ketua Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Irjen Pol Ansyaad Mbai mengatakan, sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2013, TNI (Tentara Nasional Indonesia) dapat ikut terlibat bersama Polri (Kepolisian Republik Indonesia) dalam penindakan terhadap pelaku terorisme.

Hal itu diungkapkan Ansyaad sesaat usai menutup latihan gabungan penindakan terorisme yang melibatkan anggota Polri dan TNI, di Palu Sulawesi Tengah, Sabtu (9/2/2013). Pelatihan tersebut digelar selama 7 hari sejak Minggu (3/2/2013) dengan sandi Latin III.

Kepada wartawan Asyaad mengatakan bahwa pada dasarnya, tindakan terorisme merupakan musuh bersama seluruh elemen negeri ini. Termasuk TNI di dalamnya yang ikut mengawal kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari gangguan terorisme.

“Sudah jelas, sesuai Inpres Nomor 2 Tahun 2013 TNI dapat terlibat bersama Polri melakukan penindakan. Instruksi Presiden tersebut sangat penting, karena kegiatan terorisme semakin menunjukan teknik dan kemampuan pelaku yang dinamis,” kata Ansyaad.

Lebih lanjut Ansyaad masyarakat selama ini memandang bahwa teroris hanya melakukan perlawanan terhadap Polri, namun hal itu dianggap keliru. Sebenarnya teroris melawan kedaulatan NKRI. TNI yang salah satu tugasnya mengawal kedaulatan NKRI, juga turut terlibat dalam penindakan terorisme.

“TNI/Polri bersama melakukan penindakan, namun tetap menjunjung tinggi HAM. Meski sebenarnya para pelaku  tersebut bisa dikategorikan pelanggar HAM, karena melakukan teror terhadap seluruh masyarakat,” jelas Kepala BNPT.

Menurut Ansyaad, dengan pelatihan tersebut diharapkan ada kekompakan dan koordinasi serta keterpaduan antara TNI dengan Polri.

Lebih jauh Ansyaad membuka kemungkinan jika suatu saat aparat yang telah diberikan pelatihan ini dapat dilibatkan dalam operasi keamanan di Kabupaten Poso Sulawesi Tengah.  Ansyaad berharap, dengan materi pelatihan yang telah diberikan, para aparat TNI/Polri dapat melihat gambaran jelas mengenai berbagai hal tentang terorisme sekaligus langkah-langkah terbaik dalam penanggulangannya.

Selama sepekan terakhir BNPT menggelar latihan gabungan penanggulangan terorisme di Kota Palu. Latihan tersebut diikuti ratusan prajurit TNI dan Polri guna meningkatkan koordinasi dan keterampilan pasukan. Latihan itu berupa perang di lapangan terbuka, penjinakan bahan peledak, serta pembebasan sandera.

Sumber : Radar Sulteng